Selasa, 02 April 2013

Bunga dan Kupu-kupu #part4

KUPU-KUPU
Pagi ini diawali dengan hal yang mengejutkan. Ketika aku datang berkunjung ke tempat Nona Bunga yang tumbuh sendirian itu, semua bunga di dahan-dahan yang kemarin mekar kini layu. Kelopak-kelopak mereka merunduk, membentuk rupa burung berwarna putih, yang disebut manusia sebagai rupa merpati. Dengan panik aku menghampiri Nona Bunga untuk memberi tahu apa yang terjadi pada teman-temannya. Tapi sembari tertawa, ia mengatakan bahwa itulah hal yang lazim terjadi pada bunga sejenis mereka—Anggrek Merpati, begitu manusia menyebutnya—hanya mekar untuk jangka waktu satu hari.
“Sedih sekali,” kataku berduka, “Kalau begitu aku akan melihatmu mati setelah akhirnya bisa mencicipi nektar pertamamu.”
“Jangan berkata begitu,” sahut sang Bunga, “Kami melakukannya dengan baik sekali. Biasanya kuntum kami mekar serentak, seperti yang kau lihat kemarin, dan itu pemandangan yang indah, bukan? Tak hanya itu, wangi bunga kami pun masih dapat kau cium sampai hari ke-3. Itu persembahan terbaik sepanjang hidup kami.”
Aku hanya berputar-putar lesu. Melihat tingkahku, malah sang Bunga yang berbalik prihatin padaku.
“Tenang saja, Tuan Kupu-kupu. Bunga jenis kami akan berkuncup dan mekar lagi sekitar satu musim dari sekarang. Itu sekitar 3 bulan lagi,”ujarnya berusaha menghibur. Tapi jujur saja, aku sama sekali tidak terhibur. Aku tahu hidupku tidak selama itu.

BUNGA
Pagi ini Tuan Kupu-kupu datang dengan panik untuk mengabari mengenai layunya teman-temanku. Aku hanya bisa tertawa melihat gaya terbangnya yang menunjukkan kecemasan. Aku menjelaskan bahwa itu hal yang lazim terjadi di antara kami. Ia terlihat lesu dan berduka. Maka aku mencoba menghibur dengan berkata bahwa kami akan mekar lagi sekitar 3 bulan setelah layu. Tapi nampaknya, usaha menghiburku malah membuatnya semakin muram. Apa aku sudah salah bicara?
Sekarang, semakin hari Tuan Kupu-kupu semakin lesu. Caranya terbang sudah tidak lincah seperti dulu. Rasanya untuk mengangkat tubuhnya dari tanah pun malas. Jangan-jangan ia sakit? Atau sedang ada masalah lain? Ah, sedih sekali aku tidak bisa mengembalikan keceriaannya.
Sebetulnya banyak hal yang ingin kutanyakan, namun belakangan ini dia bukan hanya semakin lesu, tapi juga semakin jarang bicara. Aku ingin sekali segera mekar untuk menghiburnya.

KUPU-KUPU
Nona Bunga pasti menyadari perubahan sikapku yang semakin tidak bersemangat dan jarang bicara—ia selalu menatap khawatir setiap kali aku datang. Ini semua terjadi sejak saat itu : ketika aku mengetahui usia mekarnya yang hanya satu hari, dan baru mekar lagi 3 bulan kemudian. Yang benar saja, masa aku harus melihatnya mati setelah mencicipi nektarnya? Bagaimana kalau dia tak usah mekar saja? Tidak masalah bagiku kalau tidak mendapat nektar darinya. Yang kuinginkan dia, bukan nektarnya. Aku ingin berkata begitu, tapi rasanya akal sehatku tidak setuju kalau aku melarangnya mekar. Mekar dengan baik kan impian utamanya? Ada yang hilang dari hubungan kami yang awalnya sempurna.
Masih ada lagi yang lebih kutakutkan. Kemungkinan kalau aku akan lebih dulu meninggalkannya sebelum dia meninggalkanku. Maksudku, kalau aku sudah mati bahkan sebelum dia berkembang. Aku sudah tahu dari semasa ulat bahwa hidupku memang tak lama. Tapi, kalau soal ‘ada banyak predator di luar sana yang bisa memperpendek umurmu menjadi setengah dari yang seharusnya’, nah, itu aku baru tahu.

BUNGA
Keadaan semakin parah akhir-akhir ini. Kami bahkan tidak bicara lebih dari 5 kalimat dalam satu hari. Ia hanya datang, menyapa, kemudian mencari nektar, kembali, berpamitan, dan pergi. Aku tidak merasa mengatakan sesuatu yang salah. Aku bahkan menghiburnya dengan berkata ‘Rasanya ingin cepat mekar agar kau bisa segera mencicipi nektarku.’ Tapi itu tidak memperbaiki keadaan. Malah memperburuk, kelihatannya. Mulai beberapa hari yang lalu, ia bahkan sudah tidak mengunjungiku lagi. Ah, mungkin sebenarnya dia tidak seantusias kusangka untuk menghisap nektarku.
Dan lagi, sepertinya cuaca amat mendukung keterpurukan hubungan ini. Dalam beberapa jam cerah bisa berganti hujan lebat atau sebaliknya, seakan sedang membalas dendam. Beberapa hari terakhir seperti itu. Memangnya matahari dan awan juga sedang tidak akur?

KUPU-KUPU
Rasanya Nona Bunga ingin menambah beban pikiranku setiap kali bertemu. Ia selalu menggumamkan keinginan mekarnya. Kebersamaan kami mungkin hanyalah sebuah pengisi waktu luang baginya. Akhirnya aku hanya bisa menghindari pembicaraan dengannya agar tidak terus-menerus ingat soal hari kematian Nona Bunga maupun hari kematianku.Huuh.. hujan turun lebat setiap hari belakangan ini. Aku khawatir dengan keadaan Nona Bunga yang sendirian di tengah hujan. Aku selalu ingin mengunjunginya, tapi apa yang dapat kulakukan? Aku ini binatang yang punya kekurangan tidak bisa terbang di saat hujan.

BUNGA
Ada yang terasa aneh dengan badanku semalaman. Amat tidak nyaman. Kalau semalam turun hujan juga, aku pasti sudah mengeluh sepanjang hari. Untung saja cerah dan bintang-bintang terlihat, jadi rasanya sedikit terhibur. Tapi coba tebak apa yang terjadi padaku pagi ini? Kelopakku mulai membuka! Aku mekar! Aku mekar, akhirnya! Lihat, lihat helai-helai mahkotaku yang putih bersih! Aku memandang hamparan warna putih di dahan-dahan pohon sepanjang jalan. Kami yang tadinya berupa kuncup sudah mekar secara serempak! Bunga-bunga yang mekar lebih dulu saat kami masih kuncup mengucapkan selamat. Ini lebih cepat dari seharusnya, kata bunga yang tepat di atasku. Perubahan suhu selalu berpengaruh, bunga di dahan yang lebih tinggi menimpali. Begitu rupanya. Kami mekar lebih cepat karena suhu berubah-ubah beberapa hari ini. Hujan, panas, hujan, panas. Oh, terima kasih matahari dan awan! Aku ingin segera menunjukkannya pada Tuan Kupu-kupu. Aku benar-benar berharap dia datang hari ini. Paling tidak, untuk hari ini saja.



>>> Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar... :)